Corong Nusantara – Ketua DPP PDIP Said Abdullah mendesak polisi untuk memeriksa pakar hukum tata negara, Denny Indrayana yang menyebut jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sistem Pemilu proposional tertutup atau coblos partai.
Said menegaskan informasi yang diungkapkan Denny tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Sebab, dia menyebut sebelum MK memutuskan hasil sistem Pemilu, terlebih dahulu dilakukan sidang di antara para hakim konstitusi.
“Maka sejauh itu pula informasi yang beredar adalah isu yang tidak bisa di pertanggungjawabkan kebenarannya,” kata Said kepada wartawan, Senin (29/5/2023).
Denny memang mengakui jika dirinya mendapat informasi A1 dari internal MK bahwa Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Menurutnya, hal itu merupakan bentuk pelanggaran serius karena membocorkan rahasia negara.
“Oleh sebab itu polisi harus memeriksa kejadian ini sebagai delik pelanggaran pidana membocorkan rahasia negara,” ujar Said.
Said menilai Denny bisa dikenakan pidana apabila setelah pemeriksaan polisi bahwa jajaran MK terbukti tidak membocorkan informasi mengenai putusan sistem Pemilu.
“Maka saudara Denny Indrayana patut dipidanakan karena menyebarkan berita bohong dan meresahkan masyarakat,” ucapnya.
Lebih lanjut, dia menambahkan PDIP ingin agar Pemilu 2024 berlangsung damai, tidak ada gosip yang justru menimbulkan keresahan masyarakat.
“Apalagi disampaikan oleh seseorang yang seharusnya bisa menjunjung tinggi hukum karena pernah menjabat sebagai Wamenkumham,” imbuh Said.
Sebelumnya, Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan MK terkait sistem Pemilu legislatif.
Denny menyebut, dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindrayana99, dikutip Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Di mana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
“Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi,” ucap Denny.
Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).
“Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif,” kata Denny.
Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.
Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.
“KPK dikuasai, pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun,” kata Denny.
“PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil “dicopet”, Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal,” sambungnya.
“Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!” tutup Denny.