JANGAN MELULU HTI – Gubernur Harus Juga Kritisi Sawit dan Tambang

PALANGKA RAYA/Corong Nusantara– Sejumlah kabupaten di Kalimantan Tengah (Kalteng) mengalami musibah banjir parah yang berdampak pada ribuan warga.  Kepala daerah menduga pengusaha Hutan Tanaman Industri (HTI) berkontribusi dalam penggundulan hutan dan mengakibatkan kerusakan jalan milik daerah atau negara.

Asumsi itu lantas memunculkan selentingan di masyarakat, alasan tersebut akan menjadi dasar pencabutan izin HTI untuk menggantikannya menjadi perkebunan sawit.

“Ya kalau itu terjadi sama saja bohong tidak menyelesaikan masalah, keluar dari mulut singa masuk lagi ke mulut buaya. Pertanyaannya, kebun swasta siapa yang akan bertambah luas?” tanggap Ketua Lembaga Bantuan Hukum Palangka Raya Aryo Nugroho Waluyo di Palangka Raya, Minggu (12/9).

Aryo meminta Gubernur Kalteng jangan melulu mempersoalkan HTI, melainkan harus juga mengkritisi perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.

“Tentu saja tidak adil ya. Wong sama-sama membabat hutan kok,” ucap Aryo.

Advokat yang juga aktivis pemerhati lingkungan hidup itu mempertanyakan apa tindak lanjut atau sikap gubernur setelah membuat berbagai pernyataan terkait musibah banjir.

Gubernur seharusnya berani mengevaluasi perizinan, bahkan mencabut izin jika izin tersebut merupakan kewenangannya. Selain itu, gubernur harus segera melakukan rapat keseluruhan bersama kepala-kepala daerah di Kalteng untuk menyikapi kejadian banjir ini.

“Apa gunanya dinas-dinas itu jika pernyataan gubernur penyebab banjir adalah hujan. Lalu bagaimana dengan deforestasi (pengundulan hutan) yang ada di Kalteng, apakah akan menyatakan tidak ada penggundulan hutan ataupun alih fungsi hutan di Kalteng?” cecar Aryo.

Dia meminta harus ada tindakan tegas secara keseluruhan terhadap semua perizinan yang mempunyai risiko tinggi mengakibatkan kerusakan lingkungan baik HPH, HTI, tambang dan kebun. Tindakan tegas ini dapat berupa audit terhadap perizinan lingkungan bermasalah.

Menurutnya, Kalteng juga harus melakukan moratorium perizinan dan melakukan pemulihan lingkungan hidup, khususnya di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang tiap tahun meluap dan terjadi banjir.

Bila nantinya memang ada pencabutan izin HTI, Aryo berharap penggunaan lahannya tidak dialihkan ke perusahaan perkebunan atau pertambangan.

“Sebaiknya dihutankan kembali sebagai penyangga lingkungan hidup yang kini rusak di Kalteng dan bisa dikelola oleh warga sebagai hutan adat yang tidak bisa dijual belikan,” ujar Aryo.

Namun, pemerintah daerah juga harus meyakini bahwa  hutan alam yang baik itu bisa meminimalisasi terjadi banjir, jika tidak, maka tetap sulit berharap perubahan.

“Tahun depan dan seterusnya kita cek saja banjirnya semakin berkurang atau semakin meluas wilayahnya,” tantang Aryo.

Masyarakat yang sudah merasa tidak percaya dengan keseriusan sikap pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan musibah banjir dapat pula mengambil langkah hukum. Misalnya melakukan gugatan Citizen Law Suit seperti halnya saat musibah asap beberapa tahun lalu yang akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung.

“Bisa dilakukan, khususnya mengenai kelalaian pemerintah daerah karena ini bencana tiap tahun terjadi. Kelalaiannya yaitu tiap tahunnya apakah bencana ekologis banjir semakin meluas atau tidak. Jika meluas, maka Pemda lalai atau tidak sama sekali melakukan upaya pencegahan terhadap banjir,” pungkas Aryo. dre

Penulis: DREEditor: DKA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *