Corong Nusantara – Angkatan Laut AS mengerahkan kapal selam rudal berpemandu yang mampu membawa hingga 154 rudal Tomahawk ke Timur Tengah.
Hal ini menjadi unjuk kekuatan terhadap Iran menyusul ketegangan baru-baru ini.
Sebelumnya, Angkatan Laut AS jarang mengakui lokasi atau penyebaran kapal selam.
Cmdr. Timothy Hawkins, juru bicara Armada ke-5 yang berbasis di negara Teluk Bahrain, menolak mengomentari misi kapal selam atau apa yang mendorong pengerahan tersebut.
Dia mengatakan kapal selam bertenaga nuklir, yang berbasis di Kings Bay, Georgia, melewati Terusan Suez pada hari Jumat (7/4/2023).
“Kapal selam itu mampu membawa hingga 154 rudal jelajah serangan darat Tomahawk dan dikerahkan ke Armada ke-5 AS untuk membantu memastikan keamanan dan stabilitas maritim regional,” kata Timothy Hawkins.
Armada ke-5 berpatroli di Selat Hormuz yang penting, muara sempit Teluk Persia yang dilalui 20 persen dari semua transit minyak.
Wilayahnya meliputi Selat Bab el-Mandeb di lepas pantai Yaman dan Laut Merah yang membentang hingga Terusan Suez, jalur air Mesir yang menghubungkan Timur Tengah dengan Laut Mediterania.
Rudal jelajah Tomahawk yang diluncurkan dari kapal atau kapal selam dapat mencapai target hingga 2.500 kilometer (1.500 mil jauhnya).
Rudal ini digunakan selama invasi pimpinan AS ke Irak tahun 2003 dan sebagai tanggapan atas serangan senjata kimia Suriah pada tahun 2018.
Ketegangan Hubungan AS dan Iran
Sebelumnya, AS, Inggris, dan Israel menuduh Iran menargetkan kapal tanker minyak dan kapal komersial dalam beberapa tahun terakhir.
Tuduhan ini dibantah oleh Iran, seperti diberitakan The Times of Israel.
Angkatan Laut AS juga telah melaporkan serangkaian pertemuan tegang di laut dengan pasukan Iran yang dikatakan agresif secara sembrono.
Pada Februari 2023, AS melancarkan serangan udara terhadap pasukan yang didukung Iran di Suriah setelah serangan roket menewaskan seorang kontraktor AS dan melukai tujuh orang Amerika lainnya di timur laut negara itu.
Ketegangan AS-Iran telah melonjak sejak Presiden Donald Trump saat itu menarik diri dari perjanjian tahun 2015, yang memberikan keringanan sanksi kepada Iran, dengan imbalan Iran membatasi kegiatan nuklirnya dan menempatkan mereka di bawah pengawasan yang ditingkatkan.
Upaya pemerintahan Joe Biden untuk memulihkan perjanjian itu menemui jalan buntu pada tahun 2022 lalu.
Ketegangan semakin memburuk karena Iran telah memasok drone penyerang ke pasukan Rusia di Ukraina dan ketika Israel dan Iran telah meningkatkan perang bayangan mereka selama bertahun-tahun di Timur Tengah.
Selain mendekatkan diri ke Moskow, Iran telah mengupayakan hubungan yang lebih baik dengan China, yang bulan lalu menjadi perantara kesepakatan untuk memulihkan hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi.