Ekonomi Merosot, Kalteng Harus Berbenah

PALANGKA RAYA/Corong Nusantara– Pengamat ekonomi Kalimantan Tengah (Kalteng) Dr Fitria Husnatarina SE MSi AkCA mengatakan, terkait level Indonesia yang ditetapkan turun pada kriteria lower middle income, hal tersebut mengacu pada indikator yang  ukurannya tunggal. Berpatokan hanya pada pendapatan per kapita penduduk Indonesia.

Namun demikian, lanjut Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Palangka Raya  (UPR) tersebut, yang tidak bisa diabaikan adalah efek bola saljunya. Rating ini tidak hanya bicara tentang pendapatan per kapita, tapi akan banyak bicara tentang indikator lainnya di semua sektor.

Pendapatan per kapita sebagai output dari aktivitas perekonomian dapat dikaitkan dengan bagaimana daya saing bangsa, ketahanan ekonomi, pemanfaatan sumber daya yang efisien, serapan tenaga kerja, fleksibilitas dan inovasi serta akses ke pasar kerja, yang berarti juga dalam kondisi turun tingkat (memasuki level lower).

Dikatakannya, jika kondisi ini menjadi barometer mengukur kesejahteraan, maka tentu dengan turunnya pendapatan per kapita, daya beli masyarakat akan menurun. Kesejahteraan dan level kebutuhan dasar masyarakat juga menurun.
Jika bicara kondisi Indonesia, ujar Fitria, maka secara agregat data masing-masing provinsi, dalam semua sektor berkontribusi terhadap kondisi ini. Efeknya bagi perekonomian Kalteng, tentu juga  ada.

“Kita pernah melihat data rilis pertumbuhan ekonomi seluruh provinsi se-Indonesia pada Kinerja Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I Tahun 2021, yang memosisikan Kalteng pada posisi kedua terbawah dengan kinerja pertumbuhan ekonomi level -3,12. Pada poin ini tentunya kontribusi Kalteng terhadap data nasional menjadi sebuah akumulasi yang sangat penting untuk segera berbenah,” katanya kepada Tabengan, Senin (12/7).

Selanjutnya, kata Ketua Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) Kalteng tersebut, yang bisa diupayakan dalam mitigasi kondisi seperti ini adalah bagaimana rilis data yang disampaikan mendapatkan respons yang tepat dalam setiap kebijakan-kebijakan yang diyakini sebagai kebijakan percepatan economy recovery.
“Yang saya maksudkan adalah apakah kita sudah responsif, progresif dan melakukan perbaikan-perbaikan yang masif dan terstruktur? Karena yang kita tanggulangi saat ini adalah segmented dan hanya menjawab jika terjadi kasus per kasus. Kita nyaris belum melakukan preventif action yang tentunya harus pakai data sebagai benchmark-nya,” ungkapnya.

Fitria menambahkan, by nature proses recovery itu pasti terjadi. Tapi apakah pemerintah daerah ambil bagian memberikan intervensi itu dengan berpikir tentang kebaharuan-kebaharuan treatment dalam setiap kebijakan, atau cukup mengikuti polanya tanpa ada intervensi yang signifikan? Semua sama-sama pasti mengarah pada perbaikan, tapi yang berbeda adalah pada kecepatan penanggulangannya.

“Jadi intinya data ini bisa jadi acuan kebijakan yang lebih inovatif lagi atau by nature kita ikuti saja pola pasar. Toh nanti pasti akan recovery juga (gambling option),” tandasnya. dsn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *