Biaya QRIS Dikenakan 0,3 Persen, Ancaman Terhadap Program Cashless

Biaya QRIS Dikenakan 0,3 Persen, Ancaman Terhadap Program Cashless

Corong Nusantara – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengungkapkan bahwa program Gerakan Nasional Non Tunai atau cashless yang digagas oleh Bank Indonesia berpotensi menghadapi kesulitan dalam pencapaian tujuannya.

Agus Sujatno, anggota Pengurus Harian YLKI, menyatakan bahwa ada faktor utama yang menjadi penyebab lambatnya perkembangan program ini, yakni pemberlakuan biaya layanan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) bagi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP).

Bank Indonesia telah memberlakukan biaya layanan QRIS sebesar 0,3 persen kepada PJP mulai bulan Juli 2023.

Sebelumnya, biaya Merchant Discount Rate (MDR) QRIS tidak dikenakan biaya tambahan.

Dengan adanya kebijakan ini, para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menyediakan layanan QRIS harus menanggung biaya tersebut.

“QRIS sebenarnya merupakan upaya Pemerintah untuk mendorong masyarakat menjadi lebih menggunakan transaksi non tunai, tapi sekarang ada biaya yang harus dibayarkan untuk QRIS,” ujar Agus dalam diskusi dengan RPKFM pada Jumat (14/7/2023).

“Di satu sisi, kita mendorong masyarakat agar beralih ke transaksi non tunai, tetapi di sisi lain QRIS menjadi berbayar. Ini adalah kebijakan yang bertentangan dengan tujuan awal,” tambahnya.

Dalam hal ini, pedagang atau penjual akan berpikir dua kali karena biaya tersebut akan meningkatkan biaya operasional mereka. Akibatnya, para pedagang akan enggan menggunakan QRIS dalam proses pembayaran.

YLKI juga melihat bahwa kebijakan pemberlakuan biaya tambahan untuk QRIS ini berpotensi membebani pelanggan atau konsumen dengan biaya layanan tersebut.

Menurut Agus, para pedagang akan membebankan biaya ini kepada pelanggan dengan cara menaikkan harga barang dagangan.

Sebagai contoh, jika seorang pedagang biasanya menjual gorengan seharga Rp1.000 per satuan, maka ketika konsumen membayar menggunakan QRIS, pedagang tersebut akan menetapkan harga sebesar Rp1.500.

Biaya layanan QRIS akan dimasukkan ke dalam biaya operasional pedagang.

Namun, Agus menjelaskan bahwa QRIS sebenarnya merupakan inovasi yang baik. Bagi konsumen, metode pembayaran QRIS dianggap inovatif dan efektif.

Dengan QRIS, konsumen tidak perlu membawa uang tunai dan tidak perlu repot menunggu kembalian jika nominal yang dibayarkan melebihi harga barang.

Namun, dengan adanya biaya tambahan untuk layanan QRIS, diperkirakan penggunaan QRIS pada UMKM akan mengalami hambatan.

“UMKM pada akhirnya tidak akan menggunakan QRIS. Mereka berpikir lebih baik menggunakan transaksi tunai agar mendapatkan uang tunai yang segar. Jika hal ini terjadi, maka program cashless tidak akan tercapai,” ungkap Agus.

“Kita perlu mengevaluasi apakah tarif 0,3 persen ini terlalu besar?” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *