Oleh :
Elysia Clarissa
Mahasiswa Fakultas Bioteknologi
Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
Penyakit tular vektor merupakan penyakit atau wabah yang sering kali menjadi masalah kesehatan. Penyakit tular vector itu sendiri ditularkan dari manusia kemanusia atau dari hewan kemanusia oleh serangga (arthropoda) dengan syarat vektor tersebut sudah terinfeksi sehingga dapat menular ke mahluk lainnya dengan cara menularkan, mengkontaminasi, memindahkan, atau sebagai sumber penular manusia.
Salah satu penyakit tular vektor yaitu penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang jumlah penderitanya cukup besar karena terjadi peningkatan disetiap tahun dan penyebarannya semakin meluas. Demam berdarah dengue (DBD) ini disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, famili Flaviviridae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes sp, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Menurut data yang diperoleh dari dinas kesahatan Provinsi Kalimantan tengah dari data tahun 2015 s/d 2016 yang mana tingkat incidencenya meningkat ketahunnya menjadi Incidence Rata/Angka kesakitan sebesar 69.1 per 100.000 penduduk dan fatality Rate/Angka kematian sebesar 1.4%.
Dalam menanggapi kasus penyakit tular vektor Demam Berdarah (DBD) dapat dilakukan pengendalian vektor. Upaya pengendalian tersebut dapat berfokus pada pengendalian pada nyamuk Aedes aegypti dengan melalui pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian genetik, maupun pengendalian terpadu.
Salah satu teknik pengendalian yang dilakukan adalah fogging yang merupakan penyemprotan insektisida untuk membunuh nyamuk, namun penggunaan insektisida secara berlebihan dan terus-menerus dapat menyebabkan resisten terhadap serangga yang menjadi sasaran, dan juga penggunaan insektisida kimiawi dapat mencemari lingkungan.
Maka dari itu dapat digunakan bioinsektisida, beberapa penelitian diketahui bahwa beberapa tumbuhan mempunyai senyawa bioaktif berupa metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai bioinsektisida untuk pengendalian Aedes aegypti. Bioinsektisida dapat digunakan sebagai alternatif pengganti penggunaan insektisida sintetik serta bioinsektisida bersifat lebih ramah lingkungan sehingga lebih aman untuk digunakan.
Selain dengan cara pengendalian menggunakan bioinsektisida, juga dapat dilakukan berbagai cara yang dimulai dengan kesadaran diri dari masyarakat Kalimantan Tengah tentang pentingnya memberantas nyamuk Aedes aegypti. Masyarakat dapat melakukan mulai dari hal kecil seperti menguras (dan menyikat) bak mandi, bak WC, dan penutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum) serta mengubur barang-barang bekas (seperti kaleng, ban).
Untuk dapat mencegah gigitan dan perkembangbiakan nyamuk dapat dilakukan dengan cara meletakkan pakaian kotor ke dalam wadah tertutup, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, serta menanam tanaman pengusir nyamuk dan memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras.
Apabila kasus penyakit tular vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) terus meningkat, maka perlu dilakukan tindakan lanjutan dengan melakukan pengendalian vektor tersebut, agar dapat mengurangi atau meminimalisir gigitan nyamuk serta perkembangbiakan nyamuk di rumah-rumah dan dilingkungan tempat tinggal masyarakat Kalimantan Tengah. Pengendalian vektor ini juga diperlukan kesadaran diri dari masyarakat agar bisa bergerak maju untuk melakukan hal tersebut.***