TAMIANG LAYANG/Corong Nusantara – Rustiana, anggota Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Janah Jari, Kecamatan Awang, Kabupaten Barito Timur (Bartim) merasa keberatan atas pekerjaan land clearing (LC) PT Ketapang Subur Lestari (KSL) anak perusahaan CAA grup yang lagi-lagi melakukan penggusuran di sepanjang bantaran sungai di wilayah RT.03 Juwung Marigai, Desa Janah Jari.
“Kita meminta kepada pemerintah agar bertindak tegas dengan mencabut perizinannya, karena kalau hanya sanksi administratif saja tidak ada efek jera. Saya masih ingat perintah Bupati Ampera kepada PT KSL agar tidak mengusur lahan 50 meter dari kiri kanan dari tepi sungai supaya tidak terjadi erosi pencemaran lingkungan,” kata Rustiana, Jumat (15/1/2021).
Dia aktivitas PT KSL juga pernah mendapat sanksi dari pemerintah karena tidak mengantungi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Akibat sanksi itu, aktivitas LC KSL di wilayah desa Janah Jari dihentikan sementara. Sangsi administratif atau paksaan pemerintah adalah perusahaan diminta melakukan pemulihan lingkungan yang rusak akibat LC di area sepadan sungai.
“Namun faktanya bukannya melaksanakan pemulihan lingkungan, malah sebaliknya semua sungai dan anak sungai sudah digusur dan ditanami sawit ,” ungakapnya.
Dari hasil investasi dan pantauan lapangan pada Jumat 16 Januari 2021 sangsi tersebut tidak dilaksanakan dan malah perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut kembali melakukan penggusuran dan menanam kelapa sawit di pingir sungai dengan jarak kurang lebih satu meter.
Adapun sungai yang baru digusur sekitar Desember 2020 dan awal Januari 2021 yang sudah ditanami sawit di Desa Janah Jari adalah Tetei Sungkai, Warurung, dan Kasamang.
Sebelumnya, Bupati Bartim Ampera AY Mebas didampingi Dinas Pertanian beserta tim Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Camat Awang dan Kepala Desa Janah Jari dan para tokoh masyarakat meninjau langsung ke lapangan atas adanya laporan masyarakat terkait kegiatan land clearing (LC) yang dilakukan PT KSL di Desa Janah Jari yang mengusur sepadan sungai sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.
Pada saat itu Bupati malihat langsung bukti-bukti lapangan dan mengakui adanya kerusakan serta pencemaran lingkungan akibat LC PT KSL.
Menykapi masalah tersebut Bupati Ampera perintahkan agar PT KSL menghentikan aktivitas LC dan melakukan pemulihan lingkungan.
Bupati juga meminta agar perusahaan tidak mengarap sepadan sungai dan anak sungai dengan jarak minimal 50 meter dari tepi kiri kanan sungai harus dijaga untuk resapan air.
Terkait kerusakan lingkungan iu, Executive Director-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah Dimas N. Hartono, saat dikonfirmasi Sabtu (16/1) mengatakan, sanksi yang diberikan pemerintah tidak memberikan efek jera, selain sanksi administrasi yang tidak berdampak bagi perusahaan, maka sebaiknya pembekuan izin dan gugatan dapat dilakukan pemerintah dalam perusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan tersebut.
“Pemerintah daerah seharusnya memiliki kekuatan dalam memaksa perusahaan untuk taat peraturan. Apabila hal ini dibiarkan maka akan menjadi contoh bagi perusahaan lain untuk tidak taat aturan, karena tidak adanya ketegasan yang dilakukan oleh pemerintah,” ungkapnya.
Dimas kembali menegaskan, jika pengecekkan lapangan sudah dilakukan pemerintah, bukti-buktinya sudah dihimpun, maka bukan sanksi tegas harus diberiksn hingga ke pembekuan perizinan adalah langkah atau upaya yang harus dilakukan.
“Dari data lapangan yang diperoleh WALHI kerusakan lingkungan di Kalteng sudah parah dan kritis, jadi tidak ada lagi pemakluman,” pungkas Dimas. c-yus