PALANGKA RAYA/Corong Nusantara – Usai penangkapan belasan orang tersangka mafia tanah oleh oleh aparat kepolisian di Jakarta baru-baru ini, menjadi peringatan tersendiri bagi Kota Palangka Raya ataupun Provinsi Kalimantan Tengah.
“Jika mendasarkan dari beberapa kasus yang berujung pada gugatan perdata di pengadilan dan ataupun proses pidana, memang bisa kita katakan bahwa mafia tanah itu ada di Palangka Raya,” pendapat Praktisi Hukum Guruh Eka Saputra, Minggu (21/2/2021).
Guruh menyebut mafia tersebut dalam hubungan personal beberapa orang secara pribadi yang bertindak sebagai pelakunya.
“Contoh kasus yang memang ada biasanya modusnya memalsukan tandatangan kepala desa, lurah, atau camat untuk surat tanah yang berupa Surat Penunjukan Tanah atau Surat Keterangan Tanah,” tutur Guruh.
Padahal obyek tanah tersebut, menurut Guruh, memang milik subyek hukum lainnya secara sah. Sehingga dengan adanya klaim dua dasar kepemilikan atas objek tanah yang sama itu akan menimbulkan konflik pertanahan.
Instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) ditahun 2018 BPN ada Nota Kesepahaman Bersama dengan Polda Kalteng dalam memberantas mafia tanah di Kalteng. Nota tersebut merupakan bentuk keseriusan aparatur negara dalam memberantas praktek-praktek mafia pertanahan yang merugikan masyarakat pemilik sah objek tanah.
“Artinya bahwa pemberantasan mafia tanah ini memang sudah digalakkan oleh instansi BPN dan Polri,” ucap Guruh.
Berdasar pengamatannya, Guruh menyebut tingkat sengketa pertanahan di Palangka Raya cukup tinggi.
“Jika bicara kasuistis maka ada sengketa-sengketa tanah yang erat dengan praktek mafia tanah yang tidak jarang jika terbukti ada tindak pidana pemalsuan di dalamnya prosesnya berujung pada proses pemidanaan,” ujar Guruh.
Guruh mengakui dalam pengalaman praktisnya di dunia hukum secara kasuistis terkadang ada aparat kepolisian atau BPN yang terjerat kasus sengketa atau penipuan tanah.
“Tetapi sebuah perkara yang sifatnya kasuistis atau berdasarkan kasus itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menggeneralisir perbuatan oknum pada suatu instansi,” jelas Guruh.
Dia juga berpendapat bila berbicara praktek mafia tanah di Palangka Raya berdasarkan kasusnya, maka para pelaku itu sama sekali tdk melibatkan peran dari aparat atau instansi karena secara kasusnya bersifat delik menggunakan dokumen palsu.
“Kalau modus jual beli tanah, apalagi yang telah bersertifikat, pun yg perannya aktif adalah pejabat pembuat akta tanah yg membuatkan AJB (Akta Jual Beli) nya,” terang Guruh.
Dia memandang pemerintah tidak tinggal diam terus berupaya mengurangi praktik mafia pertanahan. Untuk menghapus praktik mafia tanah tersebut kebijakan regulasi dari pemerintah dapat dilihat dari terbitnya Peraturan Menteri ATR atau Kepala BPN Nomor: 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik untuk meminimalisir dan mencegah adanya praktek2 penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) ganda pada objek yang sama.
“Selain itu juga kita sebagai masyarakat atau pemilik tanah harus lebih berhati-hati lagi jika ingin melakukan jual beli tanah. Jangan mudah menyerahkan SHM asli kepada calon pembeli dalam proses negosiasinya,” pungkas Guruh. dre